Tarif Trump Mengancam Industri Strategis di sektor manufaktur dan konstruksi

Nurul Diva

Tarif Trump Mengancam Industri Strategis di sektor manufaktur dan konstruksi

MNCFest.com – Dalam lanskap ekonomi global yang terus bergolak, Indonesia kini menghadapi tantangan baru yang datang dari seberang Samudera Pasifik. Kebijakan tarif baru Amerika Serikat, yang belakangan populer disebut sebagai ‘Tarif Trump’, menjadi ganjalan serius bagi sektor industri domestik.

Akhmad Ma’ruf, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia yang membidangi Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Industri, dan Proyek Strategis Nasional, menyuarakan kekhawatirannya secara gamblang. Ia menyebut kebijakan Tarif Trump tersebut sebagai ancaman nyata bagi keberlangsungan industri dalam negeri, terutama di sektor manufaktur dan konstruksi.

Tarif dasar 10% yang diterapkan Amerika terhadap produk asal Indonesia, ditambah tarif balasan hingga 32%, menurut Akhmad, membuat produk nasional kian sulit bersaing di pasar global. Ini kontras dengan negara tetangga seperti Malaysia yang justru menikmati tarif lebih rendah bahkan penurunan tarif hingga 6,43% untuk produk Solar PV.

“Kondisi ini tidak hanya memperburuk daya saing, tapi juga berpotensi memicu relokasi produksi ke negara-negara yang lebih menguntungkan secara tarif,” kata Akhmad, melalui keterangannya, Senin (7/4/2025).

Salah satu wilayah yang terdampak langsung dari Tarif Trump adalah kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK). Ketiganya selama ini berkontribusi besar terhadap ekspor langsung ke Amerika Serikat, dengan porsi mencapai 25%. Menurut Akhmad, kawasan ini perlu perlindungan khusus, dan idealnya diberi status Foreign Trade Zone dengan klasifikasi Privileged Foreign Status. Status tersebut dinilai penting karena BBK selama ini tidak tunduk pada aturan kepabeanan seperti bea masuk maupun pajak lainnya.

Namun tantangan BBK tak berhenti di sana. Persaingan regional kian ketat, terutama dengan terbentuknya Johor–Singapore Special Economic Zone. Kawasan tersebut memberi keunggulan tarif yang signifikan kepada Malaysia, menjadikan negara itu lebih menarik bagi investor. Apalagi banyak investor di Batam juga memiliki fasilitas produksi di negara seperti Malaysia, Vietnam, hingga India.

“Jika tidak ada perubahan kebijakan tarif dari Amerika Serikat terhadap produk Indonesia, sangat mungkin terjadi perpindahan produksi (diverting/switching production) ke negara-negara tersebut,” ucapnya.

Dalam konteks nasional, Akhmad juga menyoroti lambatnya proses perizinan investasi, terutama untuk proyek-proyek strategis. Hambatan dalam perizinan pertanahan, lingkungan, dan izin dasar lainnya masih menjadi batu sandungan utama, yang jika tidak segera diselesaikan, bisa mengancam kelanjutan tujuh proyek strategis nasional di Kepulauan Riau.

Di wilayah itu pula, industri manufaktur Solar PV berkembang pesat, dengan 26 perusahaan aktif yang memproduksi komponen penting seperti ingot, polysilicon, solar cell, dan wafer. Ekspor industri ini ke pasar Amerika mencapai sekitar USD 350 juta per bulan, dan menopang lebih dari 40.000 tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung. Jika kebijakan tarif baru ini terus berlanjut, ancaman gelombang PHK dalam jumlah besar menjadi keniscayaan.

Sebagai jalan keluar, Akhmad mengusulkan agar pemerintah membuka jalur ekspor energi hijau ke Singapura. Dengan demikian, industri Solar PV tidak sepenuhnya bergantung pada pasar Amerika, dan ekspor dapat didiversifikasi.

“Dengan terbukanya jalur ekspor energi, potensi pengembangan industri berbasis energi hijau di wilayah tersebut dapat terus tumbuh dan membantu diversifikasi ekspor nasional,” ujarnya.

Ia menutup pernyataannya dengan nada harap bahwa pemerintah pusat harus sigap. Bukan hanya untuk menyelamatkan investasi, melainkan juga menjaga stabilitas sosial dan ekonomi, sekaligus mencegah meledaknya angka pengangguran di daerah strategis seperti Kepulauan Riau.

Dengan arah kebijakan yang tepat dan dukungan konkret dari negara, Indonesia tak hanya bisa bertahan, tapi juga tumbuh sebagai pemain utama dalam rantai industri regional yang kompetitif.

Nurul Diva

Sebagai jurnalis, Nurul meliput berbagai topik, termasuk politik, ekonomi, hukum, kriminal, olahraga, otomotif, dan hiburan. Beberapa artikelnya yang terbaru meliputi desain estetik Jalan Sudirman di Bandung, peningkatan kasus sifilis di Kota Bandung, dan aksi pembuangan sampah di Sungai Bekasi.

Related Post

Ads - Before Footer