Regulasi Perizinan Fiktif Positif: Rancangan BKPM dalam Upaya Mempermudah Proses Peizinan Usaha

Nurul Diva

Regulasi Perizinan Fiktif Positif: Rancangan BKPM dalam Upaya Mempermudah Proses Peizinan Usaha

MNCFest.com, Jakarta – Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tengah merancang regulasi terkait mekanisme perizinan fiktif positif untuk mempercepat proses izin usaha dan investasi di Indonesia. Konsep ini memungkinkan suatu permohonan dianggap disetujui secara otomatis apabila pejabat berwenang tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Mekanisme ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Riyatno, menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mengembangkan sistem perizinan berbasis digital, Online Single Submission (OSS). “Model fiktif positif ini bertujuan untuk mempercepat proses investasi dan pembukaan usaha di Indonesia,” ujarnya.

Lebih lanjut, Riyatno menjelaskan bahwa dalam sistem ini, jika kementerian atau lembaga terkait tidak merespons permohonan perizinan hingga batas waktu sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP), maka sistem akan secara otomatis menyetujui permohonan tersebut. Dengan demikian, hambatan birokrasi dalam perizinan diharapkan dapat diminimalkan.

Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani telah beberapa kali mengungkapkan rencana penerapan kebijakan Perizinan Fiktif Positif ini dalam berbagai kesempatan. Riyatno juga mengungkapkan bahwa penyusunan regulasi tersebut telah melalui koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. “Kami telah memetakan berbagai aspek yang diperlukan, dan diharapkan kebijakan ini dapat segera diluncurkan oleh Pak Menteri. Insya Allah pada 2025,” kata Riyatno dalam konferensi pers World Bank New Insight On The Business Environment In Indonesia: Exploring The World Bank’s Business Ready Report di Jakarta, Senin (10/2/2025).

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, menilai bahwa penerapan mekanisme Perizinan Fiktif Positif ini akan menjadi langkah maju dalam penyederhanaan perizinan bisnis di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa saat ini proses perizinan bisa memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan tidak ditindaklanjuti oleh instansi terkait. “Mekanisme fiktif positif ini akan memberikan kepastian bagi dunia usaha. Ini akan sangat membantu,” ujar Shinta.

Namun, ia juga menekankan bahwa implementasi kebijakan ini harus diawasi secara ketat agar berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurutnya, koordinasi antar kementerian dan lembaga masih menjadi tantangan dalam sistem perizinan saat ini. Oleh karena itu, evaluasi dan pengawasan berkelanjutan sangat diperlukan agar kebijakan ini benar-benar efektif.

Sementara itu, dalam laporan Business Ready 2024 yang dirilis oleh Bank Dunia, Director Global Indicators Group World Bank, Norman Loayza, menyebut bahwa Indonesia masih perlu meningkatkan berbagai aspek guna menciptakan iklim bisnis dan investasi yang lebih kondusif. Salah satu yang menjadi sorotan adalah proses perizinan usaha yang masih tergolong lambat. Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa pengurusan izin usaha bagi perusahaan asing di Indonesia rata-rata memakan waktu 65 hari, jauh lebih lama dibandingkan negara-negara dengan perekonomian yang lebih efisien yang hanya membutuhkan sekitar tiga hari.

Selain itu, laporan tersebut juga menyoroti aspek lain seperti layanan keuangan digital dan pengembangan tenaga kerja. Saat ini, hanya 34% transaksi pembayaran perusahaan kepada pemasok yang dilakukan secara digital, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara dengan ekonomi optimal yang mencapai lebih dari 99%. Di bidang ketenagakerjaan, hanya 8% perusahaan yang memberikan pelatihan formal kepada karyawan tetapnya, sedangkan di negara-negara maju angkanya mencapai 66%.

Menurut Loayza, ada tiga langkah utama yang harus dilakukan Indonesia untuk meningkatkan kemudahan berusaha. Pertama, meningkatkan kualitas layanan publik, terutama dalam aspek digitalisasi agar sistem lebih ramah pengguna bagi pelaku usaha.

Kedua, setiap regulasi yang diterapkan harus melalui kajian mendalam untuk memastikan relevansinya bagi dunia bisnis. “Ini berlaku bukan hanya untuk regulasi baru, tetapi juga aturan yang sudah ada agar dievaluasi apakah masih diperlukan atau tidak,” jelasnya.

Ketiga, pemerintah harus melibatkan komunitas bisnis, asosiasi pekerja, serta pemangku kepentingan lainnya dalam setiap proses reformasi kebijakan. Dengan demikian, perbaikan iklim usaha dapat dilakukan secara transparan dan mendapat dukungan luas dari berbagai pihak.

Diharapkan dengan implementasi mekanisme Perizinan Fiktif Positif serta langkah-langkah strategis lainnya, iklim investasi di Indonesia dapat semakin kondusif dan menarik bagi investor, baik dari dalam maupun luar negeri.

Nurul Diva

Sebagai jurnalis, Nurul meliput berbagai topik, termasuk politik, ekonomi, hukum, kriminal, olahraga, otomotif, dan hiburan. Beberapa artikelnya yang terbaru meliputi desain estetik Jalan Sudirman di Bandung, peningkatan kasus sifilis di Kota Bandung, dan aksi pembuangan sampah di Sungai Bekasi.

Related Post

Ads - Before Footer