MNCFest.com, Jakarta– Banjir yang terus melanda kawasan Jabodetabek menjadi perhatian serius pemerintah. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menyoroti tiga faktor utama yang menyebabkan bencana ini semakin sulit diatasi. Dalam kunjungannya ke infrastruktur pengendali banjir di Bendung Bekasi dan Sodetan Ciliwung pada Rabu (5/3/2025), Dody menegaskan bahwa upaya pengendalian banjir tidak bisa berjalan maksimal tanpa peran aktif pemerintah daerah (Pemda).
“Infrastruktur pengendali banjir pasti kita bangun dan kelola, tapi tanpa kesiapan lahan dari Pemda, proyek ini tidak bisa berjalan maksimal,” ujar Dody dalam keterangan tertulis pada Kamis (6/3/2025).
Keterlambatan Pembebasan Lahan Hambat Proyek
Salah satu penyebab utama lambannya penanganan banjir adalah kesiapan lahan yang belum optimal. Menurut Dody, proyek pembangunan tanggul dan normalisasi sungai tidak hanya menghadapi kendala teknis, tetapi juga hambatan administratif. Hingga saat ini, pembangunan tanggul di Kali Bekasi baru mencapai 13,8 km dari total kebutuhan 33 km. Begitu pula dengan normalisasi Sungai Ciliwung yang baru terealisasi 17 km dari target 33 km.
Keterlambatan ini berdampak langsung pada semakin banyaknya titik genangan di pemukiman. Air yang seharusnya dapat dikendalikan dengan tanggul justru masuk ke area pemukiman karena banyak bagian sungai yang masih belum tertata dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa percepatan proyek pengendalian banjir sangat diperlukan agar masyarakat dapat terhindar dari bencana yang terus berulang.
Dody telah menginstruksikan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) untuk segera berkoordinasi dengan bupati, sekda, dan gubernur guna mempercepat proses pembebasan lahan. Jika Pemda tidak segera mengambil langkah konkret, ia menyatakan kesiapannya untuk turun tangan langsung.
“Saya akan maksimalkan peran aktif Pemda, khususnya dalam kesiapan lahan. Kalau ini nggak bergerak, ya saya yang turun tangan,” tegasnya.
Sampah Menghambat Aliran Air
Selain persoalan lahan, permasalahan sampah juga menjadi perhatian utama dalam penanganan banjir. Meski infrastruktur sudah dibangun, keberadaan sampah yang terus menumpuk di sungai dan saluran air membuat sistem pengendalian banjir tidak dapat bekerja secara optimal.
Dody mengungkapkan bahwa masyarakat dan Pemda memiliki peran besar dalam menjaga kebersihan sungai dan saluran air. Tanpa pengelolaan sampah yang baik, setiap proyek infrastruktur pengendalian banjir akan menjadi kurang efektif. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat dalam menangani masalah ini agar sistem drainase dapat berfungsi dengan baik.
Tata Ruang Perumahan yang Kurang Terencana
Faktor lain yang turut memperparah banjir di Jabodetabek adalah tata ruang perumahan yang tidak tertata dengan baik. Menurut Dody, perizinan pembangunan yang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan menyebabkan banyak daerah resapan air semakin berkurang. Hal ini berakibat pada meningkatnya risiko banjir, terutama saat curah hujan tinggi.
Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk memastikan tata ruang perumahan yang sesuai dengan kaidah lingkungan. Selain mendukung pembangunan tanggul dan infrastruktur pengendali banjir lainnya, Pemda juga harus memastikan bahwa perumahan dan permukiman yang sudah ada dapat beradaptasi dengan sistem pengelolaan air yang lebih baik.
Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, Dody optimistis bahwa upaya pengendalian banjir di Jabodetabek bisa lebih efektif. Ia berharap dengan percepatan proyek tanggul, pengelolaan sampah yang lebih baik, dan perbaikan tata ruang perumahan, dampak banjir di musim hujan bisa diminimalisir, serta keamanan masyarakat dapat lebih terjaga.

