MNCFest.com, Kalimantan Timur – Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Marangkayu di Desa Sebuntal, Kutai Kartanegara (Kukar), yang dijadwalkan selesai pada Februari 2025, kini menghadapi masalah serius. Selain persoalan lahan yang belum sepenuhnya dibebaskan, sejumlah kontraktor lokal yang terlibat dalam proyek tersebut mengeluhkan tunggakan pembayaran yang belum juga diselesaikan.
Salah satu perusahaan yang kini dirundung masalah tersebut adalah PT Mahakam Indonusa, perusahaan konstruksi asal Samarinda. Direktur PT Mahakam Indonusa, Rizqi Mahendra, mengungkapkan bahwa pembayaran dari PT Brantas Abipraya, BUMN Karya yang memegang kendali proyek tersebut, masih tertunggak hingga kini. “Sekitar Rp 5 miliar yang belum dibayar,” ujar Rizqi saat ditemui di kantornya, Selasa, 18 Maret 2025.
PT Mahakam Indonusa mulai terlibat dalam pembangunan bendungan dengan nilai proyek sebesar Rp 177,46 miliar sejak awal 2024. Pada tahap awal, mereka mengerjakan pembersihan lahan serta cut and fill, dengan pembayaran yang masih berjalan lancar.
Namun, masalah mulai muncul pada Juli 2024 ketika PT Mahakam Indonusa mengerjakan pemasangan lapis fondasi agregat dan memasok batu split dari Bontang ke Marangkayu dengan nilai kontrak mencapai Rp 908 juta. Hingga saat ini, pembayaran atas pekerjaan tersebut belum diterima.
Selain itu, tunggakan pembayaran juga mencakup biaya rental ekskavator dan buldoser sebesar Rp 80 juta pada Agustus, sewa alat berat lainnya dari September hingga Februari senilai Rp 1,2 miliar, serta utilitas pelengkap bangunan dari November sampai Januari sebesar Rp 1,8 miliar. Belum lagi biaya dump truck dari Desember hingga Maret yang turut menambah jumlah tunggakan, hingga total mencapai lebih dari Rp 5 miliar.
Rizqi mengaku telah mengajukan penagihan pembayaran tersebut sebelum proyek dinyatakan rampung pada Februari lalu. Bahkan, ia sempat menyambangi kantor pusat PT Brantas Abipraya di Jakarta untuk mencari kepastian terkait pembayaran. Namun, jawaban yang diterima menyebutkan bahwa pembayaran tertahan akibat adanya kebijakan efisiensi anggaran dari pusat. Padahal, proyek tersebut sudah dibayar 100 persen oleh Kementerian PUPR.
Pada 13 Maret 2025, PT Brantas Abipraya mengakui bahwa pembayaran atas pekerjaan yang telah diselesaikan oleh PT Mahakam Indonusa memang belum dilakukan. “Surat klarifikasi hutang sudah dibuat, tapi tanpa kepastian kapan pembayaran dilakukan,” kata Rizqi.
Selain itu, Rizqi juga mencoba berkoordinasi dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Balai Wilayah Sungai (BWS) IV Samarinda. Namun, jawaban yang diperoleh tak jauh berbeda, yakni plafon anggaran proyek tersebut telah habis.
“Masak sekelas BUMN karya tak bisa membayar? Kami ini kontraktor lokal, diajak ikut terlibat tapi malah ditinggalkan,” keluhnya. Penagihan yang diajukan telah dilakukan bahkan sebelum peresmian proyek. Namun, hingga kini pembayaran yang seharusnya sudah rampung sejak 2 hingga 8 bulan lalu tak kunjung direalisasikan.
Upaya untuk mengonfirmasi masalah ini kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) belum mendapatkan respons hingga berita ini diturunkan.

