Tol Getaci Ambisi Terpanjang atau Ilusi Dana Negara?

Adhyasta

Tol Getaci

MNCFest.com, Jakarta- Pemerintah Indonesia terus mengupayakan pembangunan infrastruktur strategis meskipun menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah proyek Jalan Tol Gedebage–Tasikmalaya–Cilacap, yang dikenal dengan sebutan “Getaci”. Proyek ini awalnya digadang-gadang akan menjadi jalan tol terpanjang di RI dengan rencana membentang sejauh 206,65 kilometer yang menghubungkan Jawa Barat dengan Jawa Tengah. Namun, seiring berjalannya waktu, proyek ini mengalami beberapa perubahan rencana dan evaluasi mendalam, hingga pada tahap awal hanya akan mencapai panjang 108,3 kilometer, terutama hingga Kabupaten Ciamis.

Di tengah dinamika tersebut, pemerintah tetap melanjutkan upaya pengembangan proyek ini. Meski sebelumnya sempat mengalami kendala, seperti beberapa kali gagal lelang dan bahkan penarikan investor awal dari konsorsium, proses revisi dan evaluasi terus dilakukan. Menurut salah satu unsur pemangku kepentingan di Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR, “Saat ini, proyek jalan tol Gedebage – Tasikmalaya – Cilacap masih dalam tahap pemutakhiran dokumen studi kelayakan atau Feasibility Study. Proses ini penting untuk memastikan kelayakan proyek dari berbagai aspek.” Proses pemutakhiran studi kelayakan tersebut diharapkan dapat mengkaji secara detil karakteristik dan potensi proyek sehingga nantinya proses lelang dapat berjalan lancar.

Selain itu, pihak terkait juga menyatakan harapan besar terhadap dampak positif yang akan dihasilkan. “Tentunya, kami berharap segala proses ini dapat berjalan sesuai dengan rencana, dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang mendukung keberlanjutan dan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan perekonomian. Kami akan terus mengupayakan agar proyek ini dapat segera terwujud demi meningkatkan konektivitas dan mobilitas antar daerah,” ungkap pejabat BPJT tersebut. Harapan ini tidak hanya didorong oleh potensi ekonomi, tetapi juga oleh kebutuhan untuk mengurangi kesenjangan akses antara wilayah dan mempercepat distribusi barang serta jasa.

Meski begitu, proyek  Tol “Getaci” tidak lepas dari berbagai tantangan teknis dan finansial. Salah satunya adalah bentang geografis yang menantang, terutama di wilayah pegunungan, yang memerlukan investasi dan dukungan konstruksi dari pemerintah dalam jumlah yang tidak sedikit. Hal ini dipertegas oleh Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum, Rachman Arief Dienaputra. Ia menyatakan bahwa, “Getaci sama Gilimanuk-Mengawi kita evaluasi terus, Karena itu butuh dukungan konstruksi dari pemerintah. Kemarin saya lapor Pak Menteri, pada saat Ada kebutuhan dukungan yang cukup besar, Itu harus kita evaluasi dulu, Karena kan kita alokasinya sekarang sedang terbatas, apakah dimungkinkan dukungan konstruksi Rp 4 triliun, Rp5 triliun.” Pernyataan tersebut menggambarkan betapa pentingnya peran pemerintah dalam mendukung proyek-proyek infrastruktur besar, terutama ketika dana yang tersedia terbatas dan kebutuhan teknis sangat kompleks.

Di samping itu, terdapat pula pernyataan terkait evaluasi proyek pada segmen lain seperti Bandung–Garut, yang dikenal memiliki tantangan konstruksi tersendiri. “Lebih, Karena Bandung-Garut yang paling mahal. Bandung-Garut itu konstruksinya yang paling mahal karena Lokasinya. Kita evaluasi terus, makanya BPJT nanyain Nanti saya koordinasi Dengan Pak Dirjen Binamarga Untuk nanya ke Pak Menteri, Pak ini kira-kira go or no go? Itu baik itu Getaci maupun Gilimanuk,” ungkap salah satu pejabat terkait. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa evaluasi secara menyeluruh tidak hanya terbatas pada proyek Getaci saja, tetapi juga mencakup proyek-proyek lain yang memiliki tantangan geografis dan finansial yang serupa.

Perubahan rencana panjang proyek “Getaci” juga turut berdampak pada nilai investasi yang dibutuhkan. Awalnya, proyek ini diperkirakan membutuhkan dana mencapai Rp56,2 triliun. Namun, dengan pemangkasan prioritas pembangunan sehingga hanya mencapai Kabupaten Ciamis, nilai investasi tersebut berhasil ditekan menjadi Rp37,64 triliun. Meski demikian, meski panjangnya tidak lagi mencapai 206,65 kilometer, proyek ini tetap memiliki potensi besar dalam meningkatkan mobilitas, mengurangi waktu tempuh, serta membuka akses ekonomi baru bagi daerah-daerah yang dilalui.

Ke depan, pemerintah belum memberikan kepastian kapan proses lelang akan dilanjutkan kembali. Namun, evaluasi terus dilakukan mengingat kedua proyek, yakni Getaci dan Gilimanuk–Mengawi, dianggap sangat menantang dan strategis. Pihak terkait juga telah melakukan evaluasi awal, termasuk melalui pengumuman hasil pelelangan pengusahaan jalan tol, di mana beberapa konsorsium, seperti PT Trans Persada Sejahtera–PT Wiranusantara Bumi dan PT Dayamulia Turangga–PT China State Construction Overseas Development Shanghai, dinyatakan tidak lulus prakualifikasi.

Meski menghadapi berbagai kendala dan perubahan rencana, semangat untuk menyempurnakan proyek infrastruktur ini tetap tinggi. Proyek Tol “Getaci” menjadi contoh nyata dari dinamika perencanaan dan pelaksanaan infrastruktur di Indonesia, di mana evaluasi menyeluruh dan penyesuaian strategi menjadi kunci utama agar manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan perekonomian dapat tercapai. Hingga akhirnya, dengan proses studi kelayakan yang sedang dipantau dan dukungan konstruksi yang terus diupayakan, harapan untuk terwujudnya jalan tol ini sebagai tulang punggung konektivitas antarwilayah tetap menyala, sekaligus membuka jalan bagi proyek-proyek serupa di masa depan.

Adhyasta

Adhyasta Dirgantara adalah seorang jurnalis yang aktif. Ia telah menulis berbagai artikel berita yang mencakup beragam topik, termasuk isu-isu politik, keamanan, dan peristiwa nasional. Sebagai reporter, Adhyasta berperan dalam menyajikan informasi yang akurat dan terpercaya kepada masyarakat.

Related Post

Ads - Before Footer