Urgensi Perbaikan Konstruksi Jalan Gerbang Tol Ciawi

Nurul Diva

Urgensi Perbaikan Konstruksi Jalan Gerbang Tol Ciawi

MNCFest, Jakarta – Kondisi infrastruktur jalan tol di Indonesia kembali menjadi sorotan. Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia (ALFI), Trismawan Sanjaya, menilai perbaikan konstruksi jalan Gerbang Tol Ciawi 2 sangat mendesak. Menurutnya, karakteristik jalan yang menurun di titik tersebut berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan, terutama bagi truk logistik yang melintas.

“Kodisi menurun seperti itu menyebabkan jalan truk lebih lama dan lebih pelan. Hal ini menyebabkan terjadinya faktor kehausan daripada bahan komponen kendaraan juga akan lebih cepat,” ujar Trismawan dalam keterangan tertulis, Jumat (14/2/2025).

Selain mempercepat keausan kendaraan, kondisi menurun juga memaksa truk untuk lebih sering melakukan pengereman. Hal ini menjadi kendala tersendiri karena rem kendaraan dapat mengalami overheat, sementara tidak ada regulasi yang mengatur waktu istirahat khusus bagi kendaraan besar di medan jalan yang menurun atau menanjak.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio. Ia menegaskan bahwa kecelakaan di Jalan Gerbang Tol Ciawi 2 bukan hanya kesalahan sopir truk semata. Menurutnya, tanggung jawab juga harus ditanggung oleh Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum (PU), serta Korps Lalu Lintas (Korlantas) yang bertanggung jawab atas regulasi dan desain infrastruktur jalan tol.

Di balik kecelakaan yang melibatkan truk dengan rem blong, antrean panjang di gerbang tol juga menjadi faktor yang memperparah dampaknya. Agus menyoroti pentingnya kesiapan pengendara dalam memastikan saldo kartu e-toll sebelum memasuki jalan tol, mengingat kini tidak ada lagi petugas di gerbang tol.

“Harus dari kesadaran kita juga, bahwa kita sudah harus siapkan dana yang cukup segala macam buat lewat tol,” kata Agus. katanya.

Menurut Agus, tingginya angka kecelakaan di jalan tol juga disebabkan oleh lemahnya penerapan regulasi. Ia menyoroti bagaimana berbagai kebijakan lalu lintas yang sebelumnya diterapkan justru dihentikan tanpa alasan yang jelas. Salah satu contohnya adalah kamera Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) yang sebelumnya digunakan untuk menindak pelanggaran lalu lintas di jalan tol, namun kini tak terdengar kabarnya.

Hal yang sama terjadi pada rencana penerapan On Board Unit (OBU) untuk mencatat perjalanan kendaraan di tol, yang kemudian dihentikan oleh Kementerian PU. Sebagai gantinya, sistem Multi Lane Free Flow (MLFF) berbasis Global Navigation Satellite System (GNSS) dari Hungaria diperkenalkan, tetapi implementasinya masih belum jelas.

“Tapi, sampai sekarang urusannya ini juga tidak jelas. Jadi mau bagaimana mengurangi kecelakaan di jalan tol?” ucapnya.

Selain itu, desain jalan gerbang tol Ciawi yang dinilai kurang tepat juga menjadi perhatian. Menurut Agus, banyak gerbang tol yang dirancang dengan belokan tajam, bukan sejajar dengan jalur utama. Akibatnya, kendaraan besar seperti truk kesulitan untuk bermanuver dengan aman.

Tingginya angka kecelakaan juga dipicu oleh kurangnya pelatihan bagi sopir truk. Agus menegaskan bahwa tanggung jawab melatih dan mensertifikasi pengemudi truk ada di tangan Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan.

“Kan Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan itu tugasnya melatih para sopir itu supaya dapat bersertifikat,” pungkasnya.

Nurul Diva

Sebagai jurnalis, Nurul meliput berbagai topik, termasuk politik, ekonomi, hukum, kriminal, olahraga, otomotif, dan hiburan. Beberapa artikelnya yang terbaru meliputi desain estetik Jalan Sudirman di Bandung, peningkatan kasus sifilis di Kota Bandung, dan aksi pembuangan sampah di Sungai Bekasi.

Related Post

Ads - Before Footer